Thursday, 15 September 2016

Esok Bertemu Di Reuni Ke 13



Besok kita akan bertemu setelah 13 tahun berlalu, dan aku masih belum tahu apakah aku bisa menyapamu biasa-biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa. Aku bawa istri dan anakku, buat jaga-jaga kalau aku perlu gandengan saat lihat kamu yang sekarang.

Sudah jam 12 malam dan aku tak bisa tidur. Mungkin terlalu gembira atas apa yang akan terjadi besok. Jangan salah sangka, selain kamu, aku ingin bertemu teman-teman lama zaman Aliyah. Saat pilihan-pilihan hidup sederhana saja. Pilihan baju ya seragam putih abu-abu, atau seragam olahraga. Bahkan pilihan makanan di warung yang tak banyak itu sudah membuat aku begitu bahagia.

Jam 1 dini hari, dan bunyi notifikasi messenger di ponsel mulai terdengar jarang. Mungkin sudah pada lelap. Terakhir ku periksa satu jam lalu, tak ada satu pun dari kamu. Mungkin sekarang ada, entahlah. Aku tak lagi berselera melihat karena di dalam kepalaku sendiri begitu riuh. Bisa jadi karena video kompilasi foto yang sudah kulihat berulang-ulang.


Seharusnya ingatanku tentang kamu berhenti 13 tahun lalu saat kita tidak lagi bersekolah di tempat yang sama. Kita berjarak 1000an kilometer dan aku menikmati hidupku selanjutnya, dunia kerja yang penuh warna perjalanan menuju dewasa. Ku kira kamu pun begitu.


Tapi foto-foto lawas yang tak banyak itu ternyata cukup cepat menarikku kembali lagi ke 13 tahun silam. Mengingat perasaan hangat jika melihatmu memasuki gerbang sekolah,  tanpa terburu-buru, seiring bel sekolah tanda masuk.


Tanpa terasa, 13 tahun sudah terlewati, oh life is so damn short! Hidupku saat ini, tidak sesempurna bayanganku dulu, tapi semua baik-baik saja.  Dan ternyata betul, ya. Kerap kali kita menyesal atas hal-hal yang tidak kita lakukan ketimbang pencapaian yang gagal.
Istriku bangun. Ke dapur, mengambil minum. Ia sering kali begitu. Berarti sudah nyaris jam dua. Dan aku pura-pura terpejam.


Besok aku akan melihatnya lagi setelah 13 tahun tak pernah bersua. Baru setahun terakhir, itu pun bisa dihitung jari, aku menyapanya lagi. Lewat media sosial. Lalu lewat WA, meski tak pernah sungguh-sungguh mengobrol. Kebingunganku menyapanya tertolong dengan tombol like. Atau emoticon. Atau perbincangan seputar sekarang di mana, kerja di mana, anakmu berapa. Itu bukan ngobrol, seperti ‘ngobrol’ yang kupahami. Tapi lama tak bersua tak lantas bisa membuatku bercerita panjang lebar tentang hidup dan pilihan-pilihan yang kujalani. Semakin lama tak bertemu, semakin sulit menemukan kata pertama selain “Sehat?”.
Emoticon-emoticon yang lucu itu menyelamatkan aku yang tak punya kata-kata.

Dari foto-fotonya, ku lihat hidupnya menyenangkan. Seperti aku, ia juga sudah berkeluarga meski ia tak banyak memajang foto bersama suami dan anak-anaknya. Mungkin memang ia tak pernah tertarik bicara lagi tentang hal-hal baru. Mungkin ingatannya selesai 13 tahun lalu.

Dan besok, aku akan melihatnya lagi.  Aku tahu ia akan datang. Meski aku tak pernah bertanya langsung, namun di grup whatsapp ia bilang, ia usahakan datang. Detik itu juga, aku tahu, ia belum berubah. Ia tak pernah mengecewakan. Dulu saat kerja kelompok pun, selalu ia yang menyelamatkan muka. Ia, selalu bisa diandalkan. Jadi aku tau, atas nama apapun, ia pasti datang. Lantas apa yang harus aku katakan saat aku bertemu lagi?

Rindu, sudah pasti. Tapi perlukah ia tahu?

Aku menyukai hidupku saat ini. Dengan anak dan istri yang aku cintai. Tapi aku pun suka punya kenangan dalam hati. Cinta itu terasa manis kalau tentang dia. Mungkin karena cinta ini baru berupa ilusi. Dan ilusi itu, akan kutemui esok hari.


Besok aku akan menemuinya. Sudah terlambat 13 tahun untuk bilang sepotong perasaan yang kini menggoda lagi lewat byte demi byte foto lawas yang didigitalkan. Paling mentok, aku cuma akan bilang, apa kabar. Mungkin dia lupa, aku yang menemaninya saat dia mengawasi temanku yang datang dengan langkah tak tergesa itu,  tiap bel sekolah berdentang. Tapi tentu saja, ia pasti lupa dan tidak ada gunanya mengingatkan kembali.

Tanpa kuingatkan pun, aku yakin ia akan mendatangiku, menjabat tangan dengan erat, dan kita akan akrab berbincang.  Lebih akrab, mungkin, ketimbang waktu itu. Kali ini, mungkin dia benar-benar akan memberitahu rahasianya dulu, sepotong perasaan untuk temanku.

Besok aku akan bertanya, apa kabarmu sekarang? Aku akan pura-pura lupa, bahwa aku sudah bisa meringkas hidupnya, setelah lulus SMA, lalu bekerja dan berkeluarga. Bahkan aku tau apa hadiah untuk putra kecilnya. Tentu saja lewat media sosial, foto-foto cerah. Tapi aku hanya akan bertanya apa kabar, dan mungkin akan tersenyum sedikit lalu melihatnya dari jauh, di antara gelak tawa teman-temanku lainnya. Itu akan lebih aman. dan mungkin akan membuatnya lebih nyaman.

Sheer best friend 

No comments:

Post a Comment