Wednesday, 7 September 2016

Efek Acara Reuni buat Kejiwaan Anda

TEMPO.COJakarta - Bagi orang dewasa atau orang yang sudah lanjut usia, menerima undangan reuni dari almamater, entah itu dari sekolah atau perguruan tinggi, bisa menimbulkan perasaan yang tidak biasa. Bisa jadi sangat antusias, atau justru malah sebaliknya.
Sekitar awal tahun 2015, Larry Waldman, Phd, seorang psikolog klinis dan forensik asal Arizona, Amerika Serikat, merilis sebuah jurnal yang membahas mengenai sisi psikologis dari sebuah reuni. Waldman menuliskannya berdasarkan pengalaman langsung. Pada musim panas tahun tahun ini, dia dan istrinya, Nan, rencananya akan bersama-sama menghadiri reuni akbar 50 tahun SMA. Kebetulan keduanya merupakan lulusan dari sekolah yang sama, yakni sebuah sekolah di pinggiran Kota Milwaukee, Wisconsin, 44 tahun lalu.

Sekejap, Waldman dapat mengidentifikasi adanya perbedaan reaksi dalam menanggapi reuni antara dia dan sang istri. Nan, dalam ingatannya, tergolong siswa populer di sekolah. Selain terkenal pintar, dia aktif dalam berbagai kegiatan sekolah. Menghadapi acara reuni, Nan antusias. Terbukti Nan bersedia menjadi bagian dari kepanitiaan.
Reaksi Waldman berbanding terbalik dengan Nan. Saat di sekolah dulu, Waldman bukan siswa yang populer. Ia menyebut dirinya tidak masuk ke dalam kelompok apa pun, bahkan kelompok "culun" sekalipun. Sejak masuk sekolah sebagai anak baru, psikolog yang juga dosen psikologi di Universitas Northern Arizona ini sudah merasa asing.
“Ayah mendorong saya untuk terlibat lebih dalam dengan sekolah, tapi, seperti kebanyakan remaja, saya pikir dia hanya tidak mengerti,” kata Waldman, yang juga menangani psikologi bidang parenting dan asmara. Sebagai informasi tambahan, Waldman dan istrinya tidak pernah berkencan saat mereka sama-sama masih duduk di bangku sekolah.

“Hal ini membawa saya kembali ke fase canggung. Sebuah emosi yang tidak pernah terhapuskan dan akan tetap bersama kita dalam waktu lama atau mungkin selamanya,” ujar Waldman. “Tidak mengherankan, seperti diungkap banyak penelitian, tampaknya alumnus dengan pengalaman masa sekolah yang positif akan lebih mungkin merasa bersemangat menghadiri reuni kelas, terutama reuni kali pertama,” ujarnya.
Reuni mempromosikan refleksi diri. Kita merenung dan membandingkan tentang di mana posisi kita dulu dan di mana posisi kita sekarang. Dan, seperti melihat sebuah cermin, hari demi hari, selama bertahun-tahun, kita gagal menghargai perubahan tak terelakkan yang sudah terjadi dan yang akan terjadi.
“Setelah menghadiri reuni nanti, perbandingan dapat memuaskan atau menakutkan,” ujar Waldman, yang menyarankan istrinya untuk mencari teman-teman yang lebih muda pada acara reuni. “Untuk beberapa orang, datang ke reuni berarti diet, belanja, atau melakukan makeover. Idealnya, berdasarkan pengalaman, reuni seharusnya bukan lagi tentang perbandingan, melainkan tentang menghubungkan (sesama almamater),” kata Waldman.

No comments:

Post a Comment